Kamis, 28 April 2016

HE'S NOT HIM

Title : He's not him
Author : NaRaKim
Genre : family
Main Cast : Zico, Junhyung, you
Rating : G
Length : Oneshoot

'Jikyeojuji mothaeseo mianhae'
akhir dari sebuah lagu yang kudengarkan. Menatap langit yang terik sinarnya, tak mampu melihatnya dengan sempurna. Melindungi diri dari silau mentari menyengat kulit dengan jari-jari walau tak sempurna.

12:21
Jam digital dipergelangan tangan, waktu yang tepat untuk segera meninggalkan atap akademi tanpa peneduh.  Masih terlalu lama menyadarkan diri, waktu terus melaju dengan kecepatannya yang tak dapat tuk dikembalikan. Sampai kapan akan terus disini, enggan untuk beranjak diri meskipun sengatannya semakin memudar. Awan dilangit bagaikan salju, putih bersih tanpa noda, kini mulai terlukis dengan tinta hitam dan memudarkan putihnya salju. Mendung, menutupi atap ini, meneduhkan tempatku bernaung, memberikan kenyamanan seolah mengikat tubuh ini untuk tak meninggalkan bangku yang memang sudah menetap disana selama beberapa tahun.



"Drrrrt...Drrrrt"
Getaran smartphone, yang juga kufungsikan sebgai mp3, berderit turut menggetarkan tanganku. Mengagetkanku dan membangunkanku dari kenyamanan yang meneduhkan hatidan perasaanku saat ini.

"Dimana?"
sebuah pesan tertulis, menggugahku untuk bangkit dan beranjak dengan kecepatan penuh. Pasalnya, pesan itu dari seseorang yang selalu mengkhawatirkanku, demi kebaikanku sendiri tentunya. Namun, yang kuinginkan hanyalah sesekali mejadi bebas, tanpa membebani orang lain.
Tanpa membalas pesan itu, berlari menuju pengirim pesan dengan secepat mungkin adalah pilihan satu-satunya untuk tak membuatnya lebih khawatir. Terlebih lagi saat dia telah benar-benar khawatir, dia akan berlari ketempatku tanpa menghiraukan keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Penampilannya, keselamatannya bahkan nyawanya tak dihiraukan lagi. Setelah segala kekhawatiran itu, omelan-omelan pun melayang dan mnyerbu ku dari segala arah dan sulit sekali menahan dan melindungi diri dari tajamnya pedang yang terus menusuk hati. Dan sebelum semua itu terjadi, aku mempertaruhkan separuh nafasku untuk mengejar keberadaannya dengan tepat waktu.
-------------=-----------------------

"ah.....nyamannya"
awan putih yang kulihat hari ini, terasa empuk, lembut dan nyaman. Berbaring di atasnya serasa mimpi, jika ini benar mimpi aku tak ingin terbangun darinya. Tapi....
Mengangkat kelopak, membuka ataupun mengerjapkan mata terasa berat, seolah menumpuk banyak beban berat yang menghalangi pandanganku. Tetap gelap.
Mengalihkan dan menyingkirkannya hanya terlintas dalam pikiran. Mengangkat tangan bhakan menggerakkannya pun berat. Hanya jari-jemari, mengisyaratkan gerakan tubuh. Diluar sana.............

"Halo??, Cepatlah !"
Entah apa yang terjadi. Beberapa saat, beban yang terkumpul di pelupuk mataku mulai ringan. Terik mentari sahabat pandanganku ataukah cahaya lampu mulai menampakkan sinarnya kembali. Samar-samar, penglihatanku masih kabur. Kurasa mataku perlu membiasakan diri dengan cahaya baru, yang bahkan aku sendiri tak tahu cahaya macam apakah yang mulai menampakkan sinarnya sedari tadi. Mulai terlihat jelas.........

"Oppa" batinku
kata itu, tak mampu keluar dari mulutku. Gerakan bibir yang kaku, akankah dia mengerti apa yang aku ucapkan. Berlalu pergi dengan seorang pria berjubah putih, kurasa dia tak menghiraukan ku. Membiarkan ku sendiri, mengabaikanku dan tak seorangpun. Memanjakan diri dengan suasana baru, pemandangan baru disekitar. Inikah putih salju?, seperti yang kuharapkan sejak dulu, dinding putih salju yang tak pernah dia lakukan untukku. Apakah dia sudah berubah?. Terasa sejuk dengan AC menggantung di dinding, barang-barang mewah menghiasi lemari kaca disudut kanan. Sofa abu-abu, walau hanya dilihat saja, terlihat lembut dan empuk. Pasti lebih nyaman saat berada disana. Semua terlihat mewah dan mahal. Apakah ini yang ingin dia tunjukkan saat pesan di sore itu datang menghampiriku?. Apakah ini hasil kerja kerasnya selama ini?. Selain membiayai sekolahku dan untuk kebutuhan sehari-hari, kurasa ini tabungan kerja kerasnya.
"ah.......rasanya seperti terlahir kembali dengan kehidupan baru, dunia baru yang lebih mewah"

"J-J-Junhyung O-Oppa"
Sekembalinya dan ucapanku berhasil keluar dengan suaraku meski terbata-bata. Dia tak menyahut atau apapun. Dahinya mengkerut, menyatukan kedua alisnya yang tebal.  Menekuk lehernya kekanan sekali, heran tak percaya. Tangan kanannya diulurkannya, menyentuh dahiku. Sedang tangan kirinya menyentuh dahinya sendiri, memeriksa tubuh dengan metode ini memang tepat dilakukan saat tak termometer disampingnya. Kembali menekuk lehernya kekanan,

"Siapa namamu?"
Sekarang giliranku mengerutkan dahi dan menyatukan kedua alisku. Apa aku benar-benar terlahir kembali? Bukan sebagai adik Junhyung Oppa di kehidupanku dulu, tapi sebagai orang asing di kehidupanku sekarang?.

"Kau Siapa?"
apa pertanyaanku sulit untuk dijawab?. Dia hanya diam, menatapku dengan tatapan bingung, tak mengerti apa yang sedang dipikirkannya.

"Zico, itulah namaku"
singkat namun jelas, jawabannya kurasa bisa kuterima dan kucerna dengan mudah.
"Kau?" Dia kembali bertannya dengan pertanyaan yang beda, namun akan menghasilkan jawaban yang sama dari pertanyaan sebelumnya.
"Kau bukan Junhyung? namamu?"
Ini bukan kuis ataupun pertanyaan untuk ujian kelulusan. Pertanyaan mudah yang diajukannya tanpa kusadari ku tak dapat menjawabnya dengan satu kata. Setiap pertanyaannya akan menimbulkan pertanyaan baru dari ku.

"Siapa Junhyung?"
Semakin bingung dan tak mengerti apa yang kukatakan. Dia menyerah dengan pertanyaannya dari awal. Justru semakin penasaran dengan nama yang kusebutkan sejak tadi.
"Kau adalah oppa ku dikehidupan sebelumnya. Junhyung adalah namamu"
"Aku tak mengerti apa yang baru saja kau katakan. 'Kehidupan sebelumnya?'"
"Aku juga tak percaya bisa terlahir kembali dan duduk disini di ruangan yang serba mewah dan mahal. Dikehidupan sebelumnya, sangat jauh dari keadaan mewah ini. Sepertinya baru kemarin kau mengirim pesan padaku, menandakan aku harus segera kembali karena kau begitu khawatir terhadapku. Saat itu aku berlari sekuat tenagaku menuju rumah. Dan cahaya lampu mobil, ah......."
Tak mengerti apa yang terjadi, kepalaku sakit, benar-benar sakit. Memijatnya dengan tanganku yang tak berdaya, percuma saja dengan hal itu.

"Apa kau mengingatnya? Cahaya mobil itu?"
kata-kata yang keluar darinya semakin tak bisa kumengerti, tak bisa kucerna.
"Mobil itulah yang membuatmu berada disini. Berada diantara kemewahan yang membosankan. Ya....kau disini karena mewahnya mobil yang kukendarai dan membuatmu terbaring selama lebih dari satu minggu tak sadarkan diri. Kehidupan baru ataupun terlahir kembali?, bukan. Tapi nyatanya kau justru memperoleh luka baru".
"Oppa"
kesakitanku, membuatku memanggilnya. Orang yang selama ini berada disampingku, namun tidak untuk saat ini.
"Ya...Kau bisa memanggilku Zico oppa, bukan Junhyung Oppa. Karena aku bukanlah dia"
Ya...Zico Oppa bukan Junhyung Oppa. Karena Dia bukanlah  Dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar